Ahad 25 Mei berlangsung pagelaran tari di Rijswijk dekat Den Haag Belanda. Pertunjukan bertemakan Pagelaran Tari Tiga Negara Indonesia-Belanda-Suriname.
"Selamat siang mas Eka. Datang ya ke pagelaran tari 3 negara di Rijswijk. Nama mas sudah kami masukkan daftar tamu," demikian Mas Kaboel Karso, panitia acara bertajuk kebersamaan Indonesia-Belanda-Suriname ini. Berbekal ketertarikan akan budaya Jawa Suriname, Serbalanda datang ke even itu bersama Bari Muchtar, rekan di Radio Nederland Wereldomroep.
Acara yang diprakarsai Forum Javanen in Diaspora Nederland (JID-NL) dan Stichting Comité Herdenking Javaanse Immigratie (STICHJI) itu diselenggarakan di gedung serba guna Don Bosco di Rijswijk Belanda.
Pagelaran ini menghadirkan para seniman dan sanggar dari Indonesia, Suriname dan Belanda. Pementasan ini memiliki maksud budaya yang perlu mendapat acungan jempol. "Tujuannya untuk menunjukkan bahwa budaya tari yang berakar di Indonesai masih lestari di kalangan diaspora (imigran) di Suriname dan Belanda," demikian terbaca dalam booklet yang dibagikan kepada 200 ratusan pengunjung.
Budoyo Mekar Sari Pic: Serbalanda |
Publik yang memenuhi gendung dihibur selama tiga jam penuh. Hari Minggu yang cerah itu bernuansa tropis dengan tampilnya berbagai seniman dan seniwati:
- Dance Group DUNYA. Persembahkan :Tarian semi moderen Salsa dibalut musik Marc Anthony - Vivir dan Bachatta Dance, diiringi musik Toke D Keda (Lamenti Boliviano)
- Sanggar KARTIKA TRISNO BUDOYO menyaji "Katresnan Ibu"
- BUDOYO MEKAR SARI "Tari Dolanan dan Tari Yapong"
- KAMTO SUSENO & WIDI ASMORO mengocok perut publik dengan tarian jenaka "Gambyong Poendjul dan Jaipongan"
- SANA BUDAYA DANCE COMPANY mix modern tradisonal dari Suriname. "Drang"
Keakraban juga terpancar dari muka sumringah pada pengunjung dari berbagai lapisan dan negara. Hadir pula Bapak Danang Waskito utusan dari Kedutaan Besar Indonesia di Belanda. Diplomat hitam manis yang selalu tampil ramah itu tampak menyalami beberapa pengunjung sembari melempar senyum. Dengan bahasa Jawa campur Inggris, Mas Danang tampak berbincang dengan Ki Mantep Sapto Sopawiro, dalang asal Suriname.
Ki Sapto, Mas Danang dan Pak Johan (Pic. Kaboel Karso) |
Ki Dalang tidak tampil malam itu tetapi akan menunjukkan kebolehannya pada kesempatan lain di Tongtong Fair 31 Mei 2014 dan juga di Theater De Vaillant 1 Juni 2014.
Pengunjung Indonesia bukan saja dari KBRI, tetapi juga warga Indonesia di Belanda. Mereka tertarik untuk menyaksikan budaya yang sudah langka ditemukan di Indonesia sendiri. Dua puluhan warga asal Indonesia ikut membaur bersama publik. Segerombolan mengobrol bahasa Indonesia, ada yang bahasa Jawa dan ada pula bahasa Belanda. Bahkan ada dua wanita Indonesia berbincang dalam bahasa Sunda.
Mayoritas pengunjung berbahasa Jawa Ngoko, sebab mereka adalah warga Jawa Suriname yang berdomisili di Belanda. Walaupun sudah puluhan tahun di Belanda tapi tidak melupakan bahasa dan budaya asal Indonesia. Mereka sadar sebagai Diaspora di rantau, harus tetap mempertahankan atau menguri-uri budaya leluhur.
Serbalanda mendapati sebuah bentuk acara kumpul yang berguna. Bebarengan antara publik dari berbagai latar belakang Indonesia-Belanda-Suriname. Bahkan Serbalanda mendapat penjelasan dari Pak Nurman Pasaribu, warga Indonesia yang separoh usianya dihabiskan di Suriname. Ia memaparkan tentang Moksi Alesi. "Moksi artinya Mix. Alesi artinya Nasi."
Dawet Laris Banget Pic: Serbalanda. |
Bagi Anda yang ingin mengenal Suriname, mulailah dengan Moski Alesi! Terima Kasih Mas Kaboel Karso atas undangannya.
Moksi Alesi, laris keras. |
Salam kenal Gan
BalasHapusjenis tarian apa aja yang dipamerkan? apakah ada juga tarian zumbanya? menurut Gan baju senam terbaru bermerk apa yaa yang paling nyaman dipakek senam zumba?